Selasa, 11 November 2025. Pukul 15:21 WIB
Meski Hidup Tak Mudah, Mereka Masih Tersenyum Saat Diberi Perhatian.”
Di sebuah sudut wilayah Babakan Asem, Tangerang, hidup lima lansia yang setiap harinya berjuang dalam keterbatasan. Di usia yang seharusnya menjadi masa beristirahat, mereka justru masih bergulat dengan kehidupan yang keras.

Melihat kenyataan itu, Yayasan Amal Peduli Nusantara hadir membawa sedikit kebaikan — berupa bantuan sembako yang berisi beras, minyak goreng, mie instan, sarden, susu kental manis, telur, garam, dan biskuit Regal.
Bantuan sederhana ini bukan sekadar makanan pokok, tapi wujud kasih dan kepedulian agar mereka tahu: mereka tidak sendirian.
Bapak Toi (73 tahun): Pemulung yang Masih Bertahan


Di usia senja, Bapak Toi masih memulung setiap hari untuk mencari nafkah.
Ia tinggal bersama istri yang bekerja sebagai buruh cuci dan seorang anak dengan gangguan jiwa. Dengan penghasilan yang tak menentu, kadang hanya cukup untuk makan seadanya. Namun saat menerima bantuan sembako, senyum lelahnya berubah menjadi rasa syukur — seolah hidup memberinya sedikit jeda dari kerasnya hari.
Ibu Mini (63 tahun): Ibu yang Tak Lagi Bisa Bekerja


Tubuh renta membuat Ibu Mini tak lagi mampu bekerja. Ia tinggal bersama anak yang juga mengalami gangguan jiwa. Dua anaknya yang lain berpenghasilan sangat minim, hanya bisa membantu seadanya. Hari-harinya diisi dengan doa dan harapan agar masih ada tangan baik yang mengulurkan bantuan. Dan hari itu, harapan itu datang.
Ibu Masturoh (62 tahun): Masih Membantu di Usia Senja


Setiap pagi, Ibu Masturoh masih membantu tetangganya berjualan gado-gado. Dari upah yang tak seberapa, ia menafkahi suami dan dua anaknya. Meski sederhana, semangatnya luar biasa. Ketika tim yayasan datang membawa paket sembako, ia menatap penuh haru sambil berulang kali mengucap terima kasih.
Ibu Enah (57 tahun): Penghasilan Dua Puluh Ribu Seminggu


Sebagai tukang packing mainan, Ibu Enah hanya berpenghasilan sekitar dua puluh ribu rupiah setiap minggu. Ia tinggal bersama anaknya yang belum memiliki pekerjaan. Meski hidup dalam keterbatasan, Ibu Enah tetap berusaha kuat. “Yang penting bisa makan,” ucapnya lirih saat menerima bantuan dari yayasan.
Ibu Aminah (72 tahun): Hidup Bersama Anak yang Lumpuh


Hidup Ibu Aminah pun penuh tantang, kesulitan bicara dan mendengar. Ia merawat satu-satunya anak yang mengalami kelumpuhan. Tanpa penghasilan tetap, mereka hanya bergantung pada bantuan warga sekitar. Saat menerima sembako dari Yayasan Amal Peduli Nusantara, air matanya menetes pelan. “Alhamdulillah, terima kasih banyak ini sangat berarti buat ibu dan saya,” kata anaknya dengan suara bergetar.
Harapan yang Masih Menyala
Setiap kunjungan seperti ini menjadi pengingat bagi kami di Yayasan Amal Peduli Nusantara, bahwa sekecil apa pun bantuan, bisa membawa arti besar bagi mereka yang membutuhkan.
Kami percaya, kepedulian tidak harus besar, tapi harus nyata.
Mari terus berbagi, karena dari tangan-tangan baik kita, harapan mereka bisa tetap ada.

